Muktamar pertama tahun 1926 dilaksanakan tanpa kibaran bendera, karena saat itu NU belum memiliki lambang organisasi. 3 bulan menjelang muktamar kedua, KH Hasyim Asy’ari meminta Kyai Ridwan Abdullah untuk membuat gambar atau lambang organisasi.
Tugas tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Ruangan yang beliau gunakan untuk melukis dilarang dimasuki, pun keluarganya untuk membersihkan. Berulangkali sketsa dibuat, namun belum memenuhi syarat yang diminta KH Hasyim Asy’ari. Orisinil dan megah.
Kurang lebih 10 hari menjelang muktamar, Kyai Ridwan Abdullah melakukan istikharah. Satu saat dalam istikharahnya, beliau diperlihatkan isyarat. Terlihat bola dunia yang dikelilingi 9 bintang.
Setelah gambar sketsa dibuat, Kyai Ridwan Abdullah segera menunjukkan lukisannya kepada KH Wahab Hasbullah yang sudah berulangkali menanyakan kesiapan simbol NU. Lalu, mereka bertiga dengan Kyai Mas Alwi berangkat ke Jombang menemui KH Hasyim Asy’ari.
“Ridwan, ini lukisan siapa? Lukisanmu ya? tanya Kyai Hasyim. “Bukan kyai, itu bukan lukisan saya. Tapi hasil istikharah saya,” jawab Kyai Ridwan.
“Bagus kalau lambang NU ini hasil istikharahmu, maka saya terima. Karena Allah telah meridloinya,” kata Kyai Hasyim. Kemudian meminta mereka untuk menunjukkan gambar itu ke Kyai Nawawie Sidogiri Pasuruan.
Sesuai hasil istikharahnya, KH Nawawie memberi masukan. NU akan menjadi organisasi besar sebagai pemersatu umat sesuai dengan ayat Quran, wa’tashimu bihablillahi jami’an wala tafarroqu. Terserah bagaimana mewujudkannya, agar dimasukkan unsur persatuan di dalam gambar.
Masukan KH Nawawie digambarkan dalam bentuk tali yang mengelilingi bola dunia. Awalnya, simpul tali diikat dengan simpul mati yang menandakan ikatan yang kuat. Atas saran KH Wahab Hasbullah, sedikit dilonggarkan. Karena para ulama sebagai pengendali organisasi harus lebih luwes dan lentur menghadapi perubahan zaman.
Kyai Ridwan menyempurnakan lambang NU dengan menambahkan khot arab. Huruf ‘dlo’ dibuat memanjang sepanjang katulistiwa. Nama Nahdlatul Ulama sendiri adalah usulan dari Kyai Mas Alwi.
Lalu, untuk dapat diperkenalkan pada saat Muktamar NU ke-2, Kyai Ridwan Abdullah mencari kain yang sesuai untuk melukis lambang tersebut. Beliau memilih warna hijau, warna kesukaan Rasululloh SAW (dirangkum dari beberapa sumber).
Kyai Ridwan Abdullah lahir di Kampung Carikan Bubutan Surabaya. Putra Kyai Abdullah yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kayu. Selama belajar di HIS, bakat melukisnya mulai nampak. Sempat, guru kelas Kyai Ridwan Abdullah meminta…